BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Indonesia
merupakan sebuah negara dengan berbagai macam keanekaragaman. Baik itu suku,
budaya, adat, ras maupun agama. Di Indonesia terdapat 5 agama besar, yakni:
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha. Yang mana islam memiliki dominasi
tertinggi. Sehingga negara ini banyak mengikuti hukum islam.
Sedangkan
kita tahu, dari firman Allah didalam QS.Ali Imran:110 yang artinya :
110.
kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
[638] Jizyah ialah pajak per kepala yang dipungut
oleh pemerintah Islam dari orang-orang
yang bukan Islam, sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka.
Karena
itu, kita tidak boleh menyakiti maupun mengusik orang non muslim. Karena mereka
juga sama-sama manusia seperti kita. Ditambah lagi kita juga menyeru mereka
agar berbuat baik. Seperti pada QS.Ali Imran:109 yang artinya :
109.
kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah
dikembalikan segala urusan.
Dengan
hasil keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut agama, dan tercipta
masyarakat yang bebas dari ancaman, kekerasan hingga konflik agama.
B.
Teori
Dasar
Kemerdekaan beragama
Dalam
Al-Qur an Surat ‟
Al-Baqarah 256 Allah berfirman, yang artinya :
256.
tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar
kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui
[162] Thaghut ialah syaitan
dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.
Menurut
riwayat Ibnu Jurair dari Said yang bersumber dari Ibnu Abbas, asbabun nuzul
ayat diatas adalah :
Hushain
dari Golongan Anshar suku Bani Salim yang mempunyai dua orang anak yang
beragama Nasrani, sedang dia sendiri beragama Islam. Ia bertanva kepada Nabi
saw. :
"Bolehkah
saya paksa kedua anak itu, karena mereka tidak taat kepadaku, dan tetap ingin
beragama Nasrani?", maka turunlah ayat diatas.
Kemudian
dalam surat Al-Hajj 17 Allah berfirman, yang artinya :
17.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang
Shaabiiin[983] orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan
orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari
kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
[983]
Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain
atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima
di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
Persamaan
derajat manusia (Equality)
Manusia
secara keseluruhannya adalah makhluk Allah, yang diciptakan-Nya dari asal yang
satu yaitu Nabi Adam as., hanya ketaqwaan jua yang membedakan manusia
disisi-Nya, sebagaimana firman Allah(QS. An Nisa:1), yang artinya:
1.
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu
dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari
pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
[263]
Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang
rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. di samping itu
ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa Yakni tanah
yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.
[264]
Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya
kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :As aluka billah
artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah.
13.
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS.Al
Hujurat:13)
Toleransi
beragama (Tolerance of Religious)
Toleransi
beragama dalam Islam ditegakkan atas dasar kemerdekaan beragama, persamaan dan
keadilan. Rasulullah saw, telah meletakkan toleransi beragama sebagai salah
satu prinsip dari Negara Islam yang didirikannya setelah hijrah, ke Madinah
(Yatsrib). Tiga agama besar saat itu Yahudi, Nasrani dan Majusi (Zaroaster)
telah mendapat pengakuan hak-haknya dari pemerintahan Islam saat itu.
1.
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, 2. aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah. 3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. 4. Dan aku tidak
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, 5. dan kamu tidak pernah (pula)
menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. 6. untukmu agamamu, dan untukkulah,
agamaku."
BAB II
ISI
A. Agama Islam Merupakan Rahmat Bagi
Seluruh Alam
Definisi
1. Islam
secara etimologis, berasal dari bahasa Arab salima, yang berarti “selamat sentosa”.
Kemudian kata itu dibentuk menjadi aslama, yang artinya “memelihara dalam keadaan
selamat sentosa” dan berarti juga “menyerahkan diri, tunduk, damai,
selamat,taat, dan patuh”.
2. Islam
secara terminologis, berarti agama islam yang berisi ajaran yang member petunjuk
kepada umat manusia untuk melaksanakan tugas kehidupan menurut syariat, jalan
kehidupan yang benar, yang memberikan kemaslahatan bagi semua makhluk Allah.
Memahami Rahmat Islam
“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS
Al Anbiya: 107).
Ayat
di atas sering dijadikan hujjah bahwa Islam adalah agama rahmat. Itu benar.
Rahmat Islam itu luas, seluas dan seluwes ajaran Islam itu sendiri. Itu pun
juga pemahaman yang benar.
Sebagian
orang secara sengaja (karena ada maksud buruk) ataupun tidak sengaja (karena
pemahaman Islam yang kurang mendalam), seringkali memaknai ayat diatas secara
menyimpang. Mereka mengartikan rahmat Islam harus tercermin dalam suasana
social yang sejuk, damai dan toleransi dimana saja Islam berada, apalagi
sebagai mayoritas. Sementara dibalik itu, sebenarnya ada tujuan lain atau
kebodohan lain yang justru bertentangan dengan Islam itu sendiri.
Islam
sebagai rahmat bagi alam semesta adalah tujuan bukan proses. Artinya untuk
menjadi rahmat bagi alam semesta bisa jadi umat Islam harus melalui beberapa
ujian, kesulitan atau peperangan seperti di zaman Rasulullah. Walau tidak
selalu harus melalui langkah sulit apalagi perang, namun sejarah manapun selalu
mengatakan kedamaian dan kesejukan selalu didapatkan dengan perjuangan.
Misalnya, untuk menjadikan sebuah kota menjadi aman diperlukan kerja keras
polisi dan aparat hukum untuk memberi pelajaran bagi pelanggar hukum. Jadi
logikanya, agar tercipta kesejukan, kedamaian dan toleransi yang baik maka
hukum Islam harus diupayakan dapat dijalankan secara kaffah(utuh). Sebaliknya,
jangan dikatakan bahwa umat Islam harus bersifat sejuk, damai dan toleransi
kepada pelanggar hukum dengan alasan Islam adalah agama rahmat.
Mencari
Rahmat Islam
Allah
SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
secara keseluruhannya. Dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu,” (QS al-Baqarah: 208)
Ada
banyak dimensi dari universalitas ajaran Islam. Di antaranya adalah, dimensi
rahmat. Rahmat Allah yang bernama Islam meliputi seluruh dimensi kehidupan
manusia. Allah telah mengutus Rasul-Nya sebagai rahmat bagi seluruh manusia
agar mereka mengambil petunjuk Allah. Dan tidak akan mendapatkan petunjuk-Nya,
kecuali mereka yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Nya. “Dan
orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalanjalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik,” (QS al-‘Ankabuut: 69).
Bentuk-bentuk
Rahmat Islam
Ketika
seseorang telah mendapat petunjuk Allah, maka ia benar-benar mendapat rahmat
dengan arti yang seluas-luasnya. Dalam tataran praktis, ia mempunyai banyak
bentuk.
Pertama,
manhaj (ajaran).
Di
antara rahmat Allah yang luas adalah manhaj atau ajaran yang dibawa oleh
Rasulullah saw berupa manhaj yang menjawab kebahagiaan seluruh umat manusia,
jauh dari kesusahan dan menuntunnya ke puncak kesempurnaan yang hakiki. Allah
SWT berfirman, “Kami tidak menurunkan al-Qur`an ini kepadamu agar kamu menjadi
susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),”
(QS. Thahaa: 2-3). Di ayat lain, Dia berfirman, “…Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu…,” (QS Al-Maidah: 3).
Kedua,
al-Qur`an.
Al-Qur`an
telah meletakkan dasar-dasar atau pokok-pokok ajaran yang abadi dan permanen
bagi kehidupan manusia yang selalu dinamis. Kitab suci terakhir ini memberikan
kesempatan bagi manusia untuk beristimbath (mengambil kesimpulan) terhadap
hukum-hukum yang bersifat furu’iyah. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis
dari tuntutan dinamika kehidupannya. Begitu juga kesempatan untuk menemukan
inovasi dalam hal sarana pelaksanaannya sesuai dengan tuntutan zaman dan
kondisi kehidupan, yang semuanya itu tidak boleh bertentangan dengan ushul atau
pokok-pokok ajaran yang permanen. Dari sini bisa kita pahami bahwa al-Qur`an
itu benar-benar sempurna dalam ajarannya. Tidak ada satu pun masalah dalam
kehidupan ini kecuali al-Qur`an telah memberikan petunjuk dan solusi. Allah
berfirman, “Tidak ada sesuatu pun yang kami luputkan di dalam Kitab,
kemudian kepada Tuhanlah mereka dikumpulkan,” (QS al-An’aam: 38). Dalam
ayat lain berbunyi, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira
bagi orang-orang yang berserah diri,” (QS an-Nahl: 89).
Ketiga,
penyempurna kehidupan manusia
Di
antara rahmat Islam adalah keberadaannya sebagai penyempurna kebutuhan manusia
dalam tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Rahmat Islam adalah meningkatkan
dan melengkapi kebutuhan manusia agar menjadi lebih sempurna, bukan membatasi
potensi manusia. Islam tidak pernah mematikan potensi manusia, Islam juga tidak
pernah mengharamkan manusia untuk menikmati hasil karyanya dalam bentuk
kebaikan-kebaikan dunia. “Katakanlah: ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan
dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hambahambaNya dan (siapa pulakah
yang mengharamkan) rezeki yang baik?” (QS al- A`raf: 32). Islam memberi
petunjuk mana yang baik dan mana yang buruk, sedang manusia sering tidak
mengetahuinya. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” (QS al-Baqarah:
216).
Keempat,
jalan untuk kebaikan.
Rahmat
dalam Islam juga bisa berupa ajarannya yang berisi jalan / cara mencapai kehidupan
yang lebih baik, dunia dan akhirat. Hanya kebanyakan manusia memandang jalan
Islam tersebut memiliki beban yang berat, seperti kewajiban sholat dan zakat,
kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, kewajiban memakai jilbab bagi wanita dewasa,
dan sebagainya. Padahal Allah SWT telah berfirman, “Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya,” (QS al-Baqarah: 286).
Pada dasarnya, kewajiban tersebut hanyalah untuk kebaikan manusia itu sendiri. “Jika
kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri,” (QS
al-Isra’: 7). Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ajaran Islam
itu adalah rahmat dalam artian yang luas, bukan rahmat yang dipahami oleh
sebagian orang menurut seleranya sendiri. Rahmat dalam Islam adalah rahmat yang
sesuai dengan kehendak Allah dan ajaran-Nya, baik berupa perintah atau
larangan. Memerangi kemaksiatan dengan mengingatkan kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar itu adalah rahmat, sekalipun sebagian orang tidak
setuju dengan tindakan tersebut. Allah berfirman, “Diwajibkan atas kamu
berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi
kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui,” (QS al-Baqarah: 216). Hendaknya kita jujur dalam
mengungkapkan sebuah istilah. Jangan sampai kita menggunakan ungkapan seperti
sejuk, damai, toleransi, rahmat, dan sebagainya, kemudian dikaitkan dengan kata
‘Islam’. Sementara ada tujuan lain yang justru bertentangan dengan Islam itu
sendiri.
Kerukunan
“Rukun”
dari Bahasa Arab “ruknun” artinya asas-asas atau dasar, seperti rukun Islam. Rukun
dalam arti adjektiva adalah baik atau damai. Kerukunan hidup umat beragama artinya
hidup dalam suasana damai, tidak bertengkar, walaupun berbeda agama. Kerukunan
dalam Islam diberi istilah “tasamuh ” atau toleransi. Sehingga yang di maksud dengan
toleransi ialah kerukunan sosial kemasyarakatan, bukan dalam bidang aqidah Islamiyah
(keimanan), karena aqidah telah digariskan secara jelas dan tegas di dalam
Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dalam bidang aqidah atau keimanan seorang muslim
hendaknya meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama dan keyakinan yang
dianutnya sesuai dengan firman Allah SWT. dalam Surat Al-Kafirun ( 109) ayat 1
– 6 sebagai berikut:
Artinya
: “Katakanlah, “Hai orang-orang kafir! “. Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah.
Dan tiada (pula) kamu menyembah Tuhanyang aku sembah. Dan aku bukan penyembah
apayang biasa kamu sembah. Dan kamu bukanlah penyembah Tuhanyang aku sembah.
Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”.
Sikap
sinkritisme dalam agama yang menganggap bahwa semua agama adalah benar tidak
sesuai dan tidak relevan dengan keimanan seseorang muslim dan tidak relevan dengan
pemikiran yang logis, meskipun dalam pergaulan sosial dan kemasyarakatan Islam
sangat menekankan prinsip toleransi atau kerukunan antar umat beragama. Apabila
terjadi perbedaan pendapat antara anggota masyarakat (muslim) tidak perlu
menimbulkan perpecahan umat, tetapi hendaklah kembali kepada Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Dalam sejarah kehidupan Rasulullah SAW, kerukunan sosial
kemasyarakatan telah ditampakkan pada masyarakat Madinah. Pada saat itu rasul
dan kaum muslim hidup berdampingan dengan masyarakat Madinah yang berbeda agama
(Yahudi dan Nasrani). Konflik yang terjadi kemudian disebabkan adanya
penghianatan dari orang bukan Islam (Yahudi) yang melakukan persekongkolan
untuk menghancurkan umat Islam.
B.
Ukhuwah Islamiyah dan
Ukhuwah InsaniyahUkhuwah Islamiyah
1. Sesama
orang beriman adalah bersaudara
Firman
Allah: ”Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,
supaya kamu mendapat rahmat” (Q.S. Al-Hujurat ayat 10).
2. Sesama
orang beriman dilarang saling bermusuhan
“Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai,
dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan. Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu bersatu
karena nikmat Allah, sebagai orang-orang yang bersaudara; dan sebelumnya kamu
telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu
dari
padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk” (Q.S. Ali Imran ayat 103).
3. Hablum
minallaah dan Hablum minannaas
“Mereka
diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada
tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia/hablum minannaas, dan
mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang
demikian itu, karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi
tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui
batas”.(Q.S. Ali Imran 112).
4. Berlaku
sopan terhadap sesama orang beriman
a.
“Janganlah sekali-kali
kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan
kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), “Dan
janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan
berendah
dirilah (sopanlah) kamu terhadap orang-orang yang beriman” (Q.S.
Al-Hijr ayat 88).
b. “Dan
rendahkanlah dirimu (sopanlah) terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu
orang-orang yang beriman” (Q.S. Asy-Syu’araa’
215).
5. Berlaku
lemah lembut terhadap orang beriman dan suka bermusyawarah
“Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu *). kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allahmenyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” (Q.S.
Ali Imran ayat 159).
*)
Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik,
ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
6. Berkasih
sayang terhadap orang beriman dan berlaku tegas terhadap orang kafir
“Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah
keras/tegas terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka (orang
mukmin). kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti
tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat
lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan
hati para penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orangorang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orangorang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar” (Q.S. Al-Fath ayat 29).
7. Sillaturrahim
dan rekonsiliasi (perdamaian)
“Dan
orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan
*), dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.(Q.S.
Ar-Ra’du ayat 21).
*)
Yaitu Mengadakan hubungan silaturahim dan tali persaudaraan.
8. Orang
yang amat takut kepada Allah adalah ulama/ahli ilmu (ulama billaah)
a. “Dan
demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatangbinatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama[1258]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Q.S.
Faathir 28).
b. “Dan
Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri
wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan
*) jika kamu tidak mengetahui” (Q.S. An-Nahl
ayat 43).
*) ahli ilmu pengetahuan; ahli zikir
c. “Dan
janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak ada ilmu bagimu
Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya” (Q.S. Al-Isra’ ayat 36).
9. Larangan
menggunjing dan meremehkan orang lain dengan panggilan jelek
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan
yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan
pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan
itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri *) dan jangan memanggil
dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan)
yang buruk sesudah iman **) dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka
Itulah orang-orang yang zalim” (Q.S. Al-Hujurat
ayat 11).
*) Jangan mencela dirimu sendiri. Maksudnya
ialah mencela antara sesama mukmin karena orang-orang mukmin seperti satu
tubuh.
**)
Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti
panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik,
Hai kafir dan sebagainya.
10. Menyantuni
orang tua, kerabat, anak yatim, fakir miskin, dan ibnu sabil
a. “Mereka
bertanya tentang apa yang seharusnya mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja
harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan."
dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya”
(Q.S. Al-Baqarah ayat 215).
b. “Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat
baiklah kepada dua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orangorang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh *), dan teman sejawat, Ibnu sabil
dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
dan membangga-banggakan diri” (Q.S. An-Nisa’
ayat 36).
*)
Dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan
kekeluargaan, dan ada pula antara yang Muslim dan yang bukan Muslim.
c. “Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang
sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan
Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S.
At-Taubat ayat 60). “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang
kafir menjadi wali[192] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa
berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena
(siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah
memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali
(mu)” (Q.S. Ali Imran ayat 28).
Hadits:
Bukanlah
dari golongan kami orang yang tidak mengasihi dan menyayangi yang lebih muda,
tidak menghormati orang yang lebih tua, dan tidak beramar ma’ruf dan nahi mungkar.
(HR.Tirmidzi)
C.
Kebersamaan Umat
Beragama dalam Kehidupan Sosial
Pembagian
Orang Kafir dalam Islam
Orang
kafir dalam syari’at Islam ada empat macam :
Pertama
: Kafir Dzimmy, yaitu orang kafir yang membayar jizyah (upeti) yang
dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum
muslimin. Kafir seperti ini tidak boleh dibunuh selama ia masih menaati
peraturan-peraturan yang dikenakan kepada mereka.
Dan
dalam hadits Buraidah riwayat Muslim Rasulullah SAW, bersabda :
“Adalah
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa salllam apabila beliau mengangkat amir/pimpinan
pasukan beliau memberikan wasiat khusus untuknya supaya bertakwa kepada Allah
dan (wasiat pada) orang-orang yang bersamanya dengan kebaikan. Kemudian beliau berkata :
“Berperanglah kalian di jalan Allah dengan nama Allah, bunuhlah siapa yang
kafir kepada Allah, berperanglah kalian dan jangan mencuri harta rampasan
perang dan janganlah mengkhianati janji dan janganlah melakukan tamtsil (mencincang
atau merusak mayat) dan janganlah membunuh anak kecil dan apabila engkau
berjumpa dengan musuhmu dari kaum musyrikin dakwahilah mereka kepada tiga perkara,
apa saja yang mereka jawab dari tiga perkara itu maka terimalah dari mereka dan
tahanlah (tangan) terhadap mereka ; serulah mereka kepada Islam apabila mereka menerima
maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka
menolak maka mintalah jizyah (upeti) dari mereka dan apabila mereka member maka
terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka menolak
maka mintalah pertolongan kepada Allah kemudian perangi mereka”. Dan dalam
hadits Al-Mughiroh bin Syu’bah riwayat Bukhary beliau berkata : “Kami
diperintah oleh Rasul Rabb kami shollallahu ‘alaihi waalihi wa sallam untuk memerangi
kalian sampai kalian menyembah Allah satu-satunya atau kalian membayar Jizyah”.
Kedua:
Kafir Mu’ahad, yaitu orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan
antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang
telah disepakati. Dan kafir seperti ini juga tidak boleh dibunuh sepanjang
mereka menjalankan kesepakatan yang telah dibuat.
Dan
Allah berfirman :
“Kecuali
orang-orang musyrikin yang kalian telah mengadakan perjanjian (dengan mereka)
dan mereka tidak mengurangi dari kalian sesuatu pun (dari isi perjanjian) dan tidak
(pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kalian, maka terhadap mereka itu
penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertakwa”. (QS. At-Taubah : 4).
Dan
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits ‘Abdullah bin
‘Amr riwayat Bukhary :
“Siapa
yang membunuh kafir Mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga dan sesungguhnya
bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun”. Ketiga: Kafir
Musta’man, yaitu orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum
muslimin atau sebagian kaum muslimin. Kafir jenis ini juga tidak boleh dibunuh sepanjang
masih berada dalam jaminan keamanan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Dan
jika seorang di antara kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah
ia agar ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat
yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui”. (QS.
At-Taubah : 6).
Dan
dalam hadits ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu
‘alaihi wa sallam menegaskan :
“Dzimmah
(janji, jaminan keamanan dan tanggung jawab) kaum muslimin itu satu, diusahakan
oleh orang yang paling bawah (sekalipun)”. (HR. Bukhary-Muslim). Berkata Imam
An-Nawawy rahimahullah: “Yang diinginkan dengan Dzimmah di sini adalah Aman
(jaminam keamanan). Maknanya bahwa Aman kaum muslimin kepada orang kafir itu
adalah sah (diakui), maka siapa yang diberikan kepadanya Aman dari seorang
muslim maka haram atas (muslim) yang lainnya mengganggunya sepanjang ia masih
berada dalam Amannya”.
Keempat:
Kafir Harby, yaitu kafir selain tiga di atas. Kafir jenis inilah yang disyari’atkan
untuk diperangi dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam syari’at Islam.
Tanggung
Jawab Sosial Umat Islam
Umat
islam adalah umat yang terbaik yang di ciptakan Allah dalam kehidupan dunia
ini. Demikian firman Allah dalam QS. Ali Imran 3:110. Kebaikan umat islam itu
bukan sekedar simbolik, karena telah mengikrarkan keyakinan Allah sebagai
Tuhannya dan Muhammad SAW sebagai Rasulullah, tetapi karena identifikasi diri
sebagai muslim memberikan konsekuensi untuk menunjukan komitmennya dalam
beribadah kepada Allah dan berlaku sosial. Dalam al-Quran kedua komitmen itu
disebut hablum minallah dan hablum minannas. Allah mau menunjukan komitmen
kehidupannya pada aspek tersebut. Bentuk tanggung jawab sosial meliputi
berbagai aspek kehidupan, diantaranya adalah : Menjalin silahturahmi dengan
tetangga. Dalam sebuah Hadits Rasulullah menjadikan kebaikan seseorang kepada
tetangganya menjadi salah satu indicator keimanan. Memberikan Infaq sebagian
dari harta yang dimiliki, baik yang wajib dalam bentuk zakat maupun yang sunnah
dalam bentuk sedekah. Harta adalah rezeki yang Allah karuniakan kepada
hamba-Nya yang harus disyukuri baik secara lisan maupun melalui pemanfaatan
secara benar.
Menjenguk
bila ada anggota masyarakat yang sakit dan ta’ziah bila ada anggota masyarakat
yang meninggal dengan mengantarkan jenazahnya sampai di kubur. memberi bantuan
menurut kemampuan, bila ada anggota masyarakat yang memerlukan bantuannya.
Rasulullah melarang orang Islam menolak permintaan bantuan orang-orang lain
yang meminta kepadanya seandainya ia mampu membantunya. Hubungan social akan
terjalin dengan baik, apabila masing-masing anggotanya mau saling membantu dan saling
peduli akan nasib pihak lain. Penyusunan sistem sosial yang efektif dan efisien
untuk membangun masyarakat, baik material spiritual maupun fisik materialnya Pembangunan
mental, khususnya untuk generasi muda, perlu memperoleh perhatian yang serius.
Cara-cara
memberikan nasihat
Di
antara cara-cara amar ma'ruf dan nahi mungkar adalah nasihat, Rasulullah telah menjadikannya
sebagai agama dalam sabdanya:
“Agama
adalah nasihat”, kami berkata: “bagi siapa?” Beliau berkata: “bagi Allah, bagi kitab
Allah, bagi rasulnya, dan bagi para pemimpin dan umat Islam secara umum” (HR.
Muslim)
Tidak
diragukan lagi bahwa pemberian nasihat kepada para penguasa dari rakyat, terutama
para ulama dan orang-orang yang berpengalaman, masing-masing dalam bidangnya
merupakan suatu hal yang baik sekali, ini akan menjamin keselamatan, keamanan
dan kesejahteraan bagi masyarakat, hal ini telah berjalan di kalangan umat Islam
di masa keemasannya, oleh karena itu dalam beberapa hadits ada anjuran bagi penguasa
untuk mengangkat orang-orang shalih dan jujur serta ikhlas memberikan nasihat
menjadi pendampingnya, yang tidak munafik dan tidak menipu penguasa.
Rasulullah
bersabda:
“Barangsiapa
di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah merubahnya dengan
tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan
hatinya, dan inilah selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim) Akan tetapi terkadang
datang suatu masa kepada umat Islam dimana umat Islam tidak bisa mengubah
kemungkaran dengan tangannya, dan tidak bisa mengubahnya dengan lisannya, maka
tidak ada lagi cara kecuali mengubah dengan hatinya, dan ini tidak ada orang
yang bisa menghalangi. Mengubah kemungkaran dengan hati adalah selemah-lemahnya
iman, sebagaimana disebutkan dalam hadits, terkadang sekilas orang melihatnya
sebagai amal yang pasif, dimana hal ini tidak dilakukan kecuali oleh orang yang
tidak mampu mengubah kemungkaran dengan tangan atau dengan lisan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kita selaku umat islam selayaknya
menjaga hubungan(ukhuwah) baik sesama Muslim maupun non muslim. Serta saling
mengingatkan dan menyeru kepada kebajikan dan mengingkari yang
munkar(kejahatan) baik secara langsung, lisan maupun berharap melalui hati agar
ketentraman di bumi bisa tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/204414316/6-kerukunan-antarumat-beragama-makalah-pdf (15
Maret 2014 19.47 WIB)
0 comments "Makalah Agama Tentang Kerukunan Beragama", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment