Share yang saya ketahui dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi anda!

Integrasi Sains dan Teknologi


Perkembangan Sains dan Teknologi yang massive saat ini tengah menjadi salah satu ciri abad modern. Abad kompetisi, abad dimana persaingan sumber daya manusia (SDM) menjadi sangat ketat. Artinya, siapapun yang memiliki keunggulan insani; spiritual, emosional, intelektual dan skill, maka dapat dipastikan mereka akan menguasai laju sejarah peradaban manusia. Sebaliknya, bila tidak memiliki keunggulan-keunggulan dimaksud, mereka pun hidup hmap tanpa harapan, tanpa tujuan dan tiada arti.





Oleh karena itu, upaya alih Sains dan Teknologi saat ini telah menjadi agenda utama yang maha penting bagi semua negara berkembang tak terkecuali negara kita tercinta, Indonesia.
Kebijakan alih Sains dan Teknologi di negara kita, khususnya pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, terintegrasi ke dalam mata pelajaran Sains. Fungsinya sebagaimana tertuang dalam Kurikulum 2006 (KTSP) antara lain: mengembangkan ketrampilan, sikap dan nilai ilmiah, mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek Sains dan Teknologi, serta menguasai konsep Sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Akankah agenda pendidikan teknologi ini dapat mencapai tujuan? Atau, akan bernasib sama dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya yang mengalami pergantian tanpa perbaikan dan evaluasi seiring bergantinya sang menteri?

Merubah Paradigma
Kita semua tahu bahwa pelaksanaan kurikulum 1994 beserta suplemennya, mendapat sorotan dan kritikan tajam dari publik. Dalam konteks pendidikan teknologi misalnya, sangat disayangkan upaya yang dilakukan hanya menyentuh salah satu aspek saja, aykni sains sebagai proses. Prakteknya pun belum sampai pada pembentukan sikap ilmiah para siswa. Sementara sisi Sains sebagai produk, boleh dikata terabaikan. Pengajaran Sains yang dilakukan, belum banyak menyentuh aspek-aspek teknologi. Meskipun dalam kehidupan sehari-hari para guru dan siswa, dikelilingi dengan produk-produk teknologi. Namun, tak pernah terintegrasi dalam pengajaran di kelas. Akibatnya, meskipun mereka mempelajari konsep listrik, dalam kenyataannya mereka tidak mampu menyambung sekering yang putus.
Persepsi kita terhadap teknologi saat ini, umumnya masih sempit. Teknologi diidentikkan dengan peralatan canggih seperti komputer, proyektor, LCD, pesawat ruang angkasa dan lain-lain. Teknologi dianggap sebagai barang mewah, mahal, susuh dijangkau dan sukar dipelajari. Pandangan seperti ini sah-sah saja, tidak sepenuhnya salah. Namun persepsi ini sedikit banyak mempengaruhi pola pikir pengelola sekolah (masyarakat, kepala, guru dan orang tua siswa), sehingga selalu terjadi tarik-ulur dalam upaya penyediaan produk teknologi seperti komputer.
Harga yang mahal adalah alasan klasik yang selalu mengemuka dan menggagalkan segala upaya. Akibatnya, pendidikan teknologi yang telah diamanatkan kurikulum terabaikan. Sementara, rendahnya pemahaman dan kemampuan teknologi para guru juga turut menyumbang atas kegagalan pelaksanaan pendidikan teknologi di antara kita.
Sejak zaman dahulu teknologi sebenarnya telah ada dan atau manusia pun sudah menggunakannya. Ketika manusia memecahkan kemiri dengan batu atau memetik buah dengan galah misalnya, sesungguhnya mereka telah menggunakan teknologi, yaitu menggunakan teknologi sederhana. Pengertian ini seharusnya menuntun para guru dalam menghapus misconception dan merubah persepsi tentang teknologi yang berlangsung selama ini. Teknologi kini harus dipandang secara luas, yakni menyangkut teknologi modern (canggih) dan teknologi sederhana. Proses pembuatan tempe, tahun, tape dan atau membuat rancangan/desain kandang ayam adalah contoh teknologi sederhana yang banyak ditemukan di sekitar kita. Mengapa tidak kita kembangkan dalam pembelajaran Sains?

Pengembangan Bahan Ajar
Dunia anak didik kita, saat ini telah banyak dipenuhi dengan beraneka ragam mainan. Mulai dari mobil-mobilan, pesawat terbang, boneka-bonekaan, perkakas alat dapur dan lain sebagainya. Bahan dasar pembuatannya ada yang berasal dari kayu, plastik hingga terbuat dari logammetal; dengan bentuk mulai dari ukuran mini hingga jumbo, dan dengan harga yang bervariasi, dari yang relatif murah hingga yang mahal. Semua tersedia di toko-toko mainan. Mengapa tidak kita kembangkan dan kita gali sebagai media dalam pengajaran Sains?
Mainan/toys dengan segala sifat yang dimilikinya, menurut Thomas O’Brien (1993) dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, mengkonkretkan teori-teori abstrak, relevan dengan siswa, serta digunakan untuk mendemonstrasikan teori-konsep Sains dalam dunia nyata siswa. Mainan juga mampu memberi dorongan kepada siswa untuk membangun kreativitasnya, dengan mengkonstruksi model sebuah project (misal merancang/membuat mobil mainan bertenaga baterry sebagai penggerak) serta dapat digunakan sebagai alat simulasi praktikum.
Selanjutnya kegiatan masak-memasak/cooking kini pun bukan lagi monopoli wanita. Saat ini bayak dijumpai koki laki-laki di berbagai restoran. Kegiatan cooking pun kini pun familier dan popular dikalangan siswa-siswi. Tidak jarang siswa laki-laki membantu ibu mereka di dapur, meskipun hanya sekedar merebus air. Oleh karena itu, cooking sangat relevan bila dikembangkan untuk menggali konsep Sains dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Menurut Klindworth (2000), partisipasi aktif siswa dalam kegiatan cooking, memungkinkan mereka memperluas pemahaman bagaimana saintis bekerja. Ketrlibatan siswa seperti ini akan mengembangkan ketrampilan dan kemampuan siswa dalam melakukan pengamatan, perencanaan dan pelaksanaan, analisis dan penelitian , memebuat dugaan sementara serta menyimpulkan dan mengkomunikasikan hasil. Kompetensi dasar seperti inilah yang akan dikembangkan dalam mendatang, dengan mengembangkan ketrampilan, sikap dan nilai ilmiah kepada siswa.
Ketika siswa praktik membuat misalnya, guru dapat menggali pengetahuan siswa tentang konsep kalor perubahannya. Atau melakukan ukuran suhu zat dengan termometer dalam memasak menggunakan tungku listrik, guru pun mengembangkan konsep Sains terhadap daya dan energi listrik dan lain sebagainya. Mengapa guru Sains tidak menjalin kerja sama dengan guru ketrampilan?
Makanan ringan seperti chiken, indomie, cokelat, susu dan lain-lain, akrab dalam kehidupan siswa sehari-hari. Hampir semua makanan ringan menggunakan teknologi kemasan. Mengapa digunakan sebagai bahan penelitian? Penelitian tentang bahan makanan yang ada pada kemasan dapat menumbuh-kembangkan ketrampilan proses siswa. Penelitian ini pun dapat merubah pola makan jajan siswa, karena siswa telah mengetahui dan mampu membedakan mana yang sehat, seimbang dan bergizi bagi tubuhnya.
Sementara, dalam kehidupan sekarang siswa bayak dihadapkan pada ragam jenis dan produk teknologi yang dijumpai, dimanfaatkan maupun dinikmati. Mereka akrab dengan radio, TV, Video, CD, kulkas/freezer, kodak dan lain-lain. Mengapa tidak kita gunakan sebagai media dalam pembelajaran? Video, VCD dan komputer dalam pembelajaran misalnya, dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengejaran (Wong & Smith, 1995) dan seorang guru dalam meningkatkan perhatian, minat dan motivasi belajar karena mampu menampilkan gambar animasi, suara dan lain sebagainya (…and Brook, 1996). Selain itu digunakan sebagai alat bagi siswa dalam mengajarkan konsep-konsep. Siswa pun dapat melakukan melalui latihan/driil soal-soal secara berulang-ulang.
Salah satu kelemahannya adalah banyak ditemukan di pasaran, kaset atau CD program pengajaran, pun kalau ada, instruksi yang ditampilkan seringkali complicated sehingga dibutuhkan kejelian untuk mengintegrasikan dalam pengajaran kelas. Inilah peluang bisnis para pengusaha, untuk kerja sama dengan para pakar pendidikan untuk menyediakan CD atau kaset yang berisi program pengajaran. Kelemahan yang lain adalah, masih banyak guru yang memiliki kemampuan teknologi rendah, sehingga perlu pembenahan SDM guru terutama yang menyangkut kemampuan penggunaan teknologi dalam pengajaran.
Akhirnya, upaya alih Sains dan Teknologi yang menjadi agenda bangsa dan telah diamanatkan kurikulum 2004 (KBK), akan dapat tercapai secara optimal bila pengelola pendidikan (kepala, guru dan orang tua siswa) benar-benar berupaya secara sungguh-sungguh. Artinya, meskipun produk teknologi canggih penunjang KBM belum tersedia di sekolah, para guru tetap berupaya memberikan bekal kemampuan/kompetensi teknologi kepada siswa-siswi. Semoga.

0 comments "Integrasi Sains dan Teknologi", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment